Kamis, 11 Oktober 2012

DESAIN YANG BERLALU

 
Kau ingat lagu ini
Lucky I’m in love with my best friend
Lucky …
Pagi itu subuh baru berlalu, dari teras kamarku di Asrama, kunyanyikan untukmu mataku sambil mengikuti pohon-pohon yang menari di kebun Pak De. Angin begitu lembut menyentuh lirik lagu yang keluar dari suaraku, terdengar menjadi sangat indah. Hari itu hari ulang tahunmu. Entah sejak kapan aku lebih perhatian, semuanya terlalui hingga ada pengharapan.
Harapanku kelak kita bersama, seperti yang kau bilang,kita hidup di kota favoritmu, kita menikmati jalan malam, sambil mengamati,  mengomentari desain rumah yang menjadi kegemaranmu dan akupun menyenanginya.
Ketika pagi mulai terang, aku ingin mengajakmu mnghirup udara kuat-kuat dan menikmati hembusan nafas  mengalir dari tubuh, agar pelan-pelan kau melupakan kedinginan dan bersinmu yang sering kau keluhkan padaku. Setelah itu aku akan menyanyi untukmu , bukankah kau bilang suaraku cukup bagus?  Hingga kau minta tambahan satu lagu lagi.
Kini kau usai dimataku, kau yang menginginkan gadis itu untuk dipinang.  Aku terluka, sakit sekali, tapi aku pahami dirimu. Aku sendiri yang bilang, ada yang lebih berhak atas kita dan Dia yang paling tau kebaikan untukku dan untukmu. Rabb tak ingin aku menemanimu menempuh jalan sampai keakhirat-Nya nanti, aku sadari itu. Sayangnya kecewa tetap saja merajamku, bagaimana bisa  kau pergi tanpa sepatah kata untukku. Tidak bolehkah aku tahu kabar bahagiamu? Kau begitu kejam! 

Apa kau sengaja membiarkan perasaanku tetap sama sementara kau adalah suami orang, hmm? Kau takut aku terluka bukanlah suatu alasan, karena aku kan tetap terluka. Lagi pula diantara kita tidak ada ikatan, seharusnya kau lebih leluasa mengatakannya. Hhfftt, memang ini harus menimpaku.
Dan
Seperti malam yang kuharapkan, aku sedang menempuhnya dengan seorang laki-kaki yang bukan hanya mengomentari desain-desain rumah tapi dia juga banyak bertanya, dia Tanya aku, sekuat apa tiang rumah yang kuinginkan?
“sangat kuat, hingga guncangan sangat kuatpun tak mampu mematahkannya.” Jawabku bersemangat. Dia menatapku,
“mudah saja, tinggal memohon kepada Allah agar kecintaanmu terhadapku ditetapkan dalam ridhoNya dan tergantung dirimu mengikhlaskan kehadiranku, Insya Allah tiang rumahmu akan selamat!.”
“tidak mau enak saja begitu!” selaku, dia mengerut kening, “enak saja sepihak, abang juga  harus mengikhlaskan aku menemani selama perjalanan yang panjang  sampai pada tujuannya, Insya Allah bukan hanya tiang nya yang selamat, pondasi dan teman-temannya juga dunk!”
“hahaha, kelakar juga!” guratan tawanya memeluk hatiku. Ah… suamiku.
Dan
Pagi, usai shalat subuh dia mengecup keningku, “sudah siap menjadi ibu dari anak-anakku?”
Pertanyaan aneh dan mengagetkan, apakah ini bermaksud?? Aku merasa jantungku berdegub, jangan-jangan wajahku sudah merah. Aduh tambah kencang. Ia tiba-tiba mendekatiku.
“sudah siap? Kalau siap kau harus bisa melindungi mereka,  maka kau harus bisa melindungi diri dulu. Ayo ke teras belakang akan ku ajarkan sedikit silat!” ia menepuk bahuku, pergi senyam senyum.
Haaahh… sangat menyebalkan!
“ada yang GR pagi-pagi!” katanya membuat tomat di hidungku pecah merah. Awas, lihat saja nanti!.



                                                                                                                                                                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar