Kau
ingat lagu ini
Lucky I’m in love with my best friend
Lucky …
Pagi
itu subuh baru berlalu, dari teras kamarku di Asrama, kunyanyikan untukmu
mataku sambil mengikuti pohon-pohon yang menari di kebun Pak De. Angin begitu
lembut menyentuh lirik lagu yang keluar dari suaraku, terdengar menjadi sangat
indah. Hari itu hari ulang tahunmu. Entah sejak kapan aku lebih perhatian,
semuanya terlalui hingga ada pengharapan.
Harapanku
kelak kita bersama, seperti yang kau bilang,kita hidup di kota favoritmu, kita
menikmati jalan malam, sambil mengamati, mengomentari desain rumah yang menjadi
kegemaranmu dan akupun menyenanginya.
Ketika
pagi mulai terang, aku ingin mengajakmu mnghirup udara kuat-kuat dan menikmati
hembusan nafas mengalir dari tubuh, agar
pelan-pelan kau melupakan kedinginan dan bersinmu yang sering kau keluhkan
padaku. Setelah itu aku akan menyanyi untukmu , bukankah kau bilang suaraku
cukup bagus? Hingga kau minta tambahan
satu lagu lagi.
Kini
kau usai dimataku, kau yang menginginkan gadis itu untuk dipinang. Aku terluka, sakit sekali, tapi aku pahami
dirimu. Aku sendiri yang bilang, ada yang lebih berhak atas kita dan Dia yang
paling tau kebaikan untukku dan untukmu. Rabb tak ingin aku menemanimu menempuh
jalan sampai keakhirat-Nya nanti, aku sadari itu. Sayangnya kecewa tetap saja
merajamku, bagaimana bisa kau pergi
tanpa sepatah kata untukku. Tidak bolehkah aku tahu kabar bahagiamu? Kau begitu
kejam!
Apa
kau sengaja membiarkan perasaanku tetap sama sementara kau adalah suami orang, hmm?
Kau takut aku terluka bukanlah suatu alasan, karena aku kan tetap terluka. Lagi
pula diantara kita tidak ada ikatan, seharusnya kau lebih leluasa mengatakannya.
Hhfftt, memang ini harus menimpaku.
Dan
Seperti
malam yang kuharapkan, aku sedang menempuhnya dengan seorang laki-kaki yang bukan
hanya mengomentari desain-desain rumah tapi dia juga banyak bertanya, dia Tanya
aku, sekuat apa tiang rumah yang kuinginkan?
“sangat
kuat, hingga guncangan sangat kuatpun tak mampu mematahkannya.” Jawabku
bersemangat. Dia menatapku,
“mudah
saja, tinggal memohon kepada Allah agar kecintaanmu terhadapku ditetapkan dalam
ridhoNya dan tergantung dirimu mengikhlaskan kehadiranku, Insya Allah tiang
rumahmu akan selamat!.”
“tidak
mau enak saja begitu!” selaku, dia mengerut kening, “enak saja sepihak, abang
juga harus mengikhlaskan aku menemani
selama perjalanan yang panjang sampai pada
tujuannya, Insya Allah bukan hanya tiang nya yang selamat, pondasi dan
teman-temannya juga dunk!”
“hahaha,
kelakar juga!” guratan tawanya memeluk hatiku. Ah… suamiku.
Dan
Pagi,
usai shalat subuh dia mengecup keningku, “sudah siap menjadi ibu dari
anak-anakku?”
Pertanyaan
aneh dan mengagetkan, apakah ini bermaksud?? Aku merasa jantungku berdegub,
jangan-jangan wajahku sudah merah. Aduh tambah kencang. Ia tiba-tiba
mendekatiku.
“sudah
siap? Kalau siap kau harus bisa melindungi mereka, maka kau harus bisa melindungi diri dulu. Ayo
ke teras belakang akan ku ajarkan sedikit silat!” ia menepuk bahuku, pergi
senyam senyum.
Haaahh…
sangat menyebalkan!
“ada
yang GR pagi-pagi!” katanya membuat tomat di hidungku pecah merah. Awas, lihat
saja nanti!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar